Bersuci dan Menghadap Kiblat Dalam Sujud Tilawah, Doa Sujud Tilawah
KEDUDUKAN BERSUCI DAN MENGHADAP KIBLAT DALAM SUJUD TILAWAH[1]
Pertanyaan
Kami mendengar dari sebagian orang bahwa dalam sujud tilâwah tidak disyaratkan harus suci dan menghadap kiblat, sementara sebagian yang lain menyatakan keduanya sebagai syarat sah sujud tilawah, manakah pendapat yang benar?
Jawaban.
Sebagian ulama memandang bahwa sujud tilâwah ini adalah shalat. Oleh karena itu disyaratkan harus suci dan dilakukan dengan menghadap kiblat, takbir ketika hendak sujud dan ketika bangun darinya juga salam (setelahnya). Sementara sebagian Ulama lainnya memandang sujud tilâwah ini adalah ibadah, namun bukan shalat. Oleh karena itu, tidak disyaratkan harus suci, menghadap kiblat dan berbagai hal yang telah disebutkan di atas. Inilah pendapat yang râjih, karena kami tidak mengetahui dalil yang menerangkan bahwa bersuci dan menghadap kiblat merupakan syarat sujud tilâwah. Namun ketika memungkinkan untuk melakukannya dengan menghadap kiblat dan dalam keadaan sudah bersuci, maka itu lebih utama sebagai upaya menghindari perbedaan pendapat para Ulama.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
al-Lajnatud Dâimah Lil Buhûtsil Ilmiyah wal Iftâ’
Ketua : Syaikh ‘Abdul Azîz bin ‘Abdillâh bin Bâz; Wakil : Syaikh ‘Abdurrazâq bin ‘Afîfi; Anggota : Syaikh ‘Abdullâh bin Ghadyân
SUJUD TILAWAH TANPA BERKERUDUNG[2]
Pertanyaan.
Apa yang harus dilakukan oleh seorang wanita yang sedang membaca al-Qur’ân kemudian mendapati ayat sajadah, apakah dia harus sujud padahal tidak mengenakan kerudung atau bagaimana ?
Jawaban.
Apabila wanita itu melewati ayat sajadah, maka yang lebih utama baginya adalah melakukan sujud dalam keadaan mengenakan kerudung. Namun, jika dia sujud tanpa kerudung, kami berharap semoga itu tidak apa-apa. Karena sujud tilâwah tidak sama dengan shalat. Sujud ini merupakan wujud ketundukan dan ibadah kepada Allâh Azza wa Jalla sebagaimana dzikir-dzikir dan perbuatan baik lainnnya.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
al-Lajnatud Dâimah Lil Buhûtsil Ilmiyyah wal Iftâ’
Ketua : Syaikh ‘Abdul Azîz bin ‘Abdillâh bin Bâz; Wakil : Syaikh ‘Abdurrazâq bin ‘Afîfi; Anggota : Syaikh ‘Abdullâh bin Ghadyân dan Syaikh ‘Abdullâh bin Qu’ûd
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XIII/1431/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196. Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
________
Footnote
[1] Fatâwâ al-Lajnatud Dâimah Lil Buhûtsil Ilmiyyah wal Iftâ’, 7/262
[2] Fatâwâ al-Lajnatud Dâimah Lil Buhûtsil Ilmiyah wal Iftâ’, 7/263
DOA SUJUD TILAWAH
سَجَدَ وَجْهِي لِلَّذِي خَلْقَهُ وَصَوَّرَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ (فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ)
Wajahku bersujud kepada Rabb yang telah menciptakannya, yang membelah pendengarannya dan penglihatannya dengan daya dan kekuatan-Nya, maka Mahasuci Allâh sebaik-baik Pencipta
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan doa ini dalam sujud al-Qur’an (sujud tilâwah) diwaktu malam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkannya berkali-kali (HR. Abu Dâud, no. 1414, at-Tirmidzi, no. 580, an-Nasâ’i II/222, Ahmad VI/30-31, dan al-Hâkim I/220 dari A’isyah Radhiyallahu anha. Hadits ini dishahihkan oleh at-Tirmidzi, al-Hâkim, an-Nawawi, adz-Dzahabi, Syaikh Ahmad Muhammad Syâkir, Syaikh Muhammad al-Albâni dan Syaikh Salîm bin ‘Ied al-Hilâli. Lihat Shahîh at-Tirmidzi I/180, no.474, Shahîh Sunan Abi Daud V/157-158, no. 1273, Musnad Ahmad no. 23904 dan Shahîh al-Adzkâr no. 150/122. Tambahan dalam kurung itu diriwayatkan oleh al-Hâkim I/220. Tambahan ini dishahihkan oleh al-Hâkim, adz-Dzahabi dan an-Nawawi. (Lihat Do’a & Wirid, Ustadz Yazid bin Abdul Qair Jawas, 233-234)
Sujud yang dipandang sunat oleh Jumhur ulama ini boleh dilakukan kapan saja, siang atau malam, dalam keadaan sudah berwudhu’ ataupun belum, dengan menghadap qiblat atau tidak, baik dalam keadaan shalat ataupun tidak. Namun tentu, jika dilakukan dalam keadaan suci dan dengan menghadap qiblat tentu akan lebih baik. Dan jika dilakukan dalam keadaan shalat, maka tentu wajib dalam keadaan suci dan menghadap qiblat.
Sujud ini dilakukan dengan sekali sujud saja, tanpa takbiratul ihram dan tanpa salam. Sujud ini disunatkan ketika membaca atau mendengar ayat-ayat sajadah yang tersebar di lima belas tempat dalam al-Qur’an. Diantaranya dalam Surat al-A’raf/7 pada ayat ke-206; QS. ar-Ra’d/13 pada ayat ke-15; QS. an-Nahl/16 pada ayat ke-49; QS. al-Isra’/17 pada ayat ke-107-109; QS. Maryam/19 pada ayat ke-58; QS. al-Furqan/25 pada ayat ke-60; QS. al-Hajj/22 pada ayat ke-18 dan beberapa tempat lainnya. (Lihat Shahîh Fiqhis Sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal Ibnus Sayyid Salim, 1/445-458)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XV/1433H/2012M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079 ]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/5014-kedudukan-bersuci-dan-menghadap-kiblat-dalam-sujud-tilawah-doa-sujud-tilawah.html